KASUS PELANGGARAN KODE ETIK
Hanya gara-gara batik, siswa SMA
Ternate tewas di tangan guru
Reporter : Aryo Putranto Saptohutomo
| Selasa, 13 Oktober 2015 13:40
Merdeka.com
- Guru, pekerjaan mulia tanpa tanda
jasa. Sosoknya terhormat dan disegani, lantaran dianggap sebagai gudang ilmu. Berbeda
halnya dengan yang terjadi di Ternate, Provinsi Maluku Utara. Seorang guru
honorer berinisial FS disangka memukul siswanya, Yusran Hasan (16 tahun),
menggunakan kayu hingga meninggal dunia. Peristiwa itu terjadi pada Jumat
(9/10) pecan lalu.
Yusran duduk di kelas IX di SMA Negeri 7 Kota Ternate. Alasan FS memukul anak didiknya hanya karena dia tidak mengenakan seragam batik, sesuai perintah para guru. Yusran dipukul FS dengan menggunakan mistar kayu hingga terjatuh, dan mengeluarkan busa di mulutnya. Peristiwa itu terjadi saat apel pagi pukul 07.30 WIT, di halaman sekolah.
Selepas kejadian itu, polisi langsung menangkap FS, lantas digelandang ke Mapolres Ternate. Setelah itu dia ditahan. Setelah diperiksa, FS ditetapkan sebagai tersangka. Polisi menyatakan menjerat dia dengan pasal berlapis. Seperti dilansir dari Antara, Selasa (13/10), Kasubag Humas Polres Ternate, Iptu Siswanto mengatakan, FS dijerat pasal 351 ayat ke-3 tentang penganiayaan, dan pasal 81 soal perlindungan anak. Ancaman hukumannya maksimal sembilan tahun penjara. Menurut Siswanto, awalnya FS menampar Yusran. Setelah itu, Yusran sebenarnya hendak membalas perbuatan sang guru. Namun, FS langsung memukulnya lagi dengan menggunakan mistar kayu, dan tepat mengenai bagian kepala korban. Alhasil, Yusran mengalami luka di bagian bawah mata kiri, dan di kepala sebelah kiri.
Siswanto mengatakan, setelah FS memukul Yusran menggunakan mistar kayu, korban langsung merasa pusing dan dari hidungnya mengeluarkan darah. Setelah itu, Yusran dilarikan ke Puskesmas kecamatan terdekat. Namun nyawanya tidak terselamatkan. Penyidik Polres Ternate telah memeriksa sebanyak empat saksi terkait kejadian itu. Mereka adalah Mina Hi. Muhammad (16 tahun), Samina Yusri (16 tahun), Bambang Irawan (16 tahun), dan Andi Hariyanto (16 tahun). Seluruhnya merupakan rekan korban.
Sekretaris Kota Ternate, Tauhid Soleman, meminta FS segera dipecat. Sebab menurut dia, tindakan dilakukan FS sudah masuk ke ranah hukum. "Perbuatannya kriminal, berarti dia berhadapan dengan hukum. Langkah yang dilakukan Diknas yakni memecat yang bersangkutan karena hal ini berkaitan dengan nyawa," kata Tauhid. Sementara itu, Wali Kota Ternate, Idrus Assagaf, mengecam tindakan dilakukan FS. Senada dengan Tauhid, dia pun meminta FS dipecat. "Tindakan yang dilakukan guru tersebut sangat tidak berperikemanusiaan, karena bagaimanapun guru adalah pendidik. Saya meminta agar Dinas Pendidikan segera memberikan sanksi tegas kepada oknum guru bersangkutan," kata Idrus.
Yusran duduk di kelas IX di SMA Negeri 7 Kota Ternate. Alasan FS memukul anak didiknya hanya karena dia tidak mengenakan seragam batik, sesuai perintah para guru. Yusran dipukul FS dengan menggunakan mistar kayu hingga terjatuh, dan mengeluarkan busa di mulutnya. Peristiwa itu terjadi saat apel pagi pukul 07.30 WIT, di halaman sekolah.
Selepas kejadian itu, polisi langsung menangkap FS, lantas digelandang ke Mapolres Ternate. Setelah itu dia ditahan. Setelah diperiksa, FS ditetapkan sebagai tersangka. Polisi menyatakan menjerat dia dengan pasal berlapis. Seperti dilansir dari Antara, Selasa (13/10), Kasubag Humas Polres Ternate, Iptu Siswanto mengatakan, FS dijerat pasal 351 ayat ke-3 tentang penganiayaan, dan pasal 81 soal perlindungan anak. Ancaman hukumannya maksimal sembilan tahun penjara. Menurut Siswanto, awalnya FS menampar Yusran. Setelah itu, Yusran sebenarnya hendak membalas perbuatan sang guru. Namun, FS langsung memukulnya lagi dengan menggunakan mistar kayu, dan tepat mengenai bagian kepala korban. Alhasil, Yusran mengalami luka di bagian bawah mata kiri, dan di kepala sebelah kiri.
Siswanto mengatakan, setelah FS memukul Yusran menggunakan mistar kayu, korban langsung merasa pusing dan dari hidungnya mengeluarkan darah. Setelah itu, Yusran dilarikan ke Puskesmas kecamatan terdekat. Namun nyawanya tidak terselamatkan. Penyidik Polres Ternate telah memeriksa sebanyak empat saksi terkait kejadian itu. Mereka adalah Mina Hi. Muhammad (16 tahun), Samina Yusri (16 tahun), Bambang Irawan (16 tahun), dan Andi Hariyanto (16 tahun). Seluruhnya merupakan rekan korban.
Sekretaris Kota Ternate, Tauhid Soleman, meminta FS segera dipecat. Sebab menurut dia, tindakan dilakukan FS sudah masuk ke ranah hukum. "Perbuatannya kriminal, berarti dia berhadapan dengan hukum. Langkah yang dilakukan Diknas yakni memecat yang bersangkutan karena hal ini berkaitan dengan nyawa," kata Tauhid. Sementara itu, Wali Kota Ternate, Idrus Assagaf, mengecam tindakan dilakukan FS. Senada dengan Tauhid, dia pun meminta FS dipecat. "Tindakan yang dilakukan guru tersebut sangat tidak berperikemanusiaan, karena bagaimanapun guru adalah pendidik. Saya meminta agar Dinas Pendidikan segera memberikan sanksi tegas kepada oknum guru bersangkutan," kata Idrus.
Guru SMAN 7 di Ternate yang pukul
murid hingga tewas dipecat
Reporter : Aryo Putranto Saptohutomo
| Jumat, 16 Oktober 2015 13:08
Merdeka.com
- Fajrin, guru honorer SMA Negeri 7
Pulau Moti, Kota Ternate, Maluku Utara, akhirnya dipecat. Dia memukul siswanya
dengan kayu hingga tewas, hanya gara-gara tidak mengenakan batik saat upacara.
"Dia honor lepas dan sudah dipecat, dan saat ini menjalani proses hukum. Namun saat kejadian itu saya tidak ada di tempat jadi tidak tahu," kata kata Kepala Sekolah SMAN 7 Kota Ternate, Ibrahim Mahmud, di Ternate, seperti dilansir dari Antara, Jumat (16/10).
Ibrahim mengutarakan, Fajrin awalnya tercatat sebagai honorer lepas diangkat oleh sekolah, buat menutupi kekurangan tenaga guru. Bahkan dia mengaku, kalau dia tidak berada di sekolah, maka sering terjadi tindakan kekerasan di sekolah tersebut. Karena itu, buat mengantisipasi hal ini tidak terulang ke depan, akan diberikan pembinaan kepada para guru yang ada di sekolah. Selain itu, dari pihak keluarga korban, kata Ibrahim, telah memintanya memutasi enam guru lainnya dari sekolah itu.
"Selain memecat guru Fajrin, ada enam guru lainnya juga terancam dimutasikan ke sekolah lain. Ini sesuai permintaan dari pihak korban, karena keamanan juga tidak kondusif saya sudah sampaikan ke Kepala Dinas dan itu kewenangan Diknas," sambung Ibrahim.
Hanya saja, Ibrahim masih pikir-pikir melakukan mutasi karena jumlah tenaga pendidik di sekolahnya terbatas. Jika enam guru itu dipindahkan, maka akan sangat berdampak terhadap aktivitas belajar mengajar di sekolah. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Ternate, Mochdar Din, ketika dikonfirmasi menyatakan, sudah memerintahkan kepada Ibrahim mencopot Fajrin.
"Guru semestinya dapat memberikan pembinaan kepada siswa sesuai dengan fungsi pendidikan yang benar-benar diharapkan, atau sesuai dengan konsep pendidikan sekarang, yakni transfer intelejensi yang disertai dengan karakter yang juga harus diikutsertakan dalam konsep pendidikan," kata Mochdar
"Dia honor lepas dan sudah dipecat, dan saat ini menjalani proses hukum. Namun saat kejadian itu saya tidak ada di tempat jadi tidak tahu," kata kata Kepala Sekolah SMAN 7 Kota Ternate, Ibrahim Mahmud, di Ternate, seperti dilansir dari Antara, Jumat (16/10).
Ibrahim mengutarakan, Fajrin awalnya tercatat sebagai honorer lepas diangkat oleh sekolah, buat menutupi kekurangan tenaga guru. Bahkan dia mengaku, kalau dia tidak berada di sekolah, maka sering terjadi tindakan kekerasan di sekolah tersebut. Karena itu, buat mengantisipasi hal ini tidak terulang ke depan, akan diberikan pembinaan kepada para guru yang ada di sekolah. Selain itu, dari pihak keluarga korban, kata Ibrahim, telah memintanya memutasi enam guru lainnya dari sekolah itu.
"Selain memecat guru Fajrin, ada enam guru lainnya juga terancam dimutasikan ke sekolah lain. Ini sesuai permintaan dari pihak korban, karena keamanan juga tidak kondusif saya sudah sampaikan ke Kepala Dinas dan itu kewenangan Diknas," sambung Ibrahim.
Hanya saja, Ibrahim masih pikir-pikir melakukan mutasi karena jumlah tenaga pendidik di sekolahnya terbatas. Jika enam guru itu dipindahkan, maka akan sangat berdampak terhadap aktivitas belajar mengajar di sekolah. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Ternate, Mochdar Din, ketika dikonfirmasi menyatakan, sudah memerintahkan kepada Ibrahim mencopot Fajrin.
"Guru semestinya dapat memberikan pembinaan kepada siswa sesuai dengan fungsi pendidikan yang benar-benar diharapkan, atau sesuai dengan konsep pendidikan sekarang, yakni transfer intelejensi yang disertai dengan karakter yang juga harus diikutsertakan dalam konsep pendidikan," kata Mochdar
ANALISIS
SECARA UMUM:
Dalam
berita diatas, dituliskan bahwa Fajrin yang merupakan seorang guru honorer
melakukan tindakan kekerasan terhadap muridnya hingga muridnya meregang nyawa. Bukan hanya dalam etika seorang guru, dalam kehidupan
keseharianpun tindakan ini dianggap tidak beretika. Sebab kekerasan bukanlah
hal yang terdapat dalam ajaran-ajaran Pancasila di Indonesia. Seperti ada
tertulis “kemanusiaan yang adil dan beradab” kemudian “kerakyatan yang dipimpin
oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan pancasila”. Fajrin sebagai rakyat
Indonesia sudah melanggar dasar-dasar kenegaraan. Dimana setiap masalah diharapkan
diselesaikan dengan jalan musyarakat. Serta tidak mengenakan seragam batik
tidaklah sebanding dengan sebuah nyawa.
Dalam
kehidupan di sekolah, siswa yang meninggal juga bersalah sebab tidak mengikuti
peraturan yang ada disekolah tersebut dengan sebaik-baiknya. Bahkan siswa
tersebut dituliskan diatas bahwa dia hendak membalas perlakuan Fajrin yang
dalam kejadian diatas merupakan gurunya di sekolah. Namun pembalasan oleh
Fajrinpun sangat disayangkan sebab sungguh lepas kendali.
ANALISI
SECARA ETIKA PROFESI GURU:
Terdapat
beberapa kode etik guru yang dilanggar oleh Fajrin selaku guru yang melakukan
kekerasan, beberapa hal tersebut adalah:
- Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila
Fajrin dalam hal ini tidak mendidik muridnya dengan baik,
dan tidak membentuk manusia pembangunan yang berpancasila. Melalui jalan
penyelesaian masalah yang dilaluinya, Fajrin meninggalkan memori ajaran yang
tidak baik, tidak hanya kepada saksi mata, tetapi juga terhadap siswa-siswa
lainnya. Seorang guru seperti Fajrin tidak mungkin membentuk manusia
pembangunan yang berpancasila, sebab dirinya tidak melaksanakan pancasila.
- Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
Fajrin dalam prosesnya memperoleh informasi tidak dengan
cara yang baik, sehingga prosesnya dalam melakukan bimbingan dan pembinaan juga
tidak dengan cara yang baik.
- Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
Dengan adanya kejadian ini, tentu saja menciptakan hubungan yang
tidak baik antara Fajrin, orang tua korban, urang tua murid yang lain, serta
masyarakat disekitar sekolah. Jangankan untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan, kerukunan dalam kehidupan
keseharian saja akan sulit dijaga.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar